Roses In My Heart
“Jam, menit, dan detiknya aku tidak tahu
pasti kapan perasaan yang sangat aneh ini muncul dalam jiwaku, menggetarkan
denyut nadi dan mampu merubah setiap pola pikir dan tindakanku karenanya.
Namun, aku ingat betul saat kau lemparkan senyum manismu kepadaku, dan ketika semua
ucapan manismu yang palsu itu melunakan kerasnya hatiku. Kau rubah duniaku! Kau
membuat hidupku lebih berwarna layaknya pancaran pelangi disaat hujan usai
membasahi seluruh alam raya disekelilingku. Membuat hatiku berbunga-bunga dan
layu seketika, namun tak pernah kau membuat aku mati dengan cinta seadanya yang
aku miliki. Cinta, aku jatuh cinta kepadamu karena lembutnya sikapmu, indahnya
parasmu, kuatnya imanmu. Itulah yang aku suka dari ikhwan yang bernama Julian.”
Kata-kata Viola pada secarik kertas bertinta merah di atasnya.
Viola
tersenyum sendiri ketika membayangkan sosok bernama Julian dalam pikirannya. Viola
membiarkan Julian masuk dan bermain sepuasnya dalam otak dan hatinya. Namun, Viola
tak pernah mengetahui bagaimana dengan Julian, apakah sama dengan dirinya yang
juga membiarkan Viola masuk kedalam pikirannya dan bermain didalam hatinya?
Itulah yang selalu menjadi misteri dalam kehidupan Viola. Aku mencintaimu dalam diamku, rasanya sulit untuk dimengerti ketika
segala hasrat mulai menggebu ingin mewujudkan segala asa yang terpendam. Lirih
aku menyambutnya.. Gumamnya.
Memang
bukan menjadi satu-satunya tujuan dalam hidup Viola untuk menjadi bagian dari
hidup Julian, namun entah mengapa perasaan yang komplikasi itu selalu saja ada
dan enggan untuk melangkahkan kakinya untuk pergi jauh dari hati Viola.
Siapakah yang enggan sebenarnya? Viola ataukah cintanya yang tak menginginkan
segalanya usai? Entahlah...
Viola
membuka lembaran-lembaran lama di buku hariannya, tepat pada tanggal 16 januari
tahun 2010. Dulu, jam 19.18 wib dia
menghubungi aku. Lucu, dan hingga saat ini, jam, menit dan detik ini pun
semuanya belum pernah terwujud. Semua itu masih menjadi sebuah tanda tanya yang
besar untukku. Lalu, kapankah dia akan menyatakan perasaannya untukku?
Pikirnya. Dan Viola membuka lagi lembaran-lembaran berikutnya, dan semuanya
mengingatkan dirinya kepada hal-hal yang amat romantis dengan Julian pada
masa-masa itu, namun memang rasanya tak pantas bila hal itu selalu dikenang,
hanya menambah luka perih dalam dada. Viola pun tertidur setelah usai membaca
memorinya yang lalu dalam buku hariannya pada tahun 2009-2010.
~ Di Kampus ~
“Viola..
Aku mau ngobrol sebentar.” Ucap seorang pria bernama Ricky sambil memegang erat
jari-jemari Viola.
Viola
melepaskan genggaman tangan Ricky dan berkata “Mau apa kamu?” tanyanya yang
sangat ketus.
“Aku
mau ngobrol sebentar, ada hal yang pengen aku sampein sama kamu.” Jawab Ricky sambil menunduk.
“Mau
ngobrol apa?” Tanyaku lagi dengan nada tinggi.
“Jangan
galak gitu donk biasa aja, aku kan
jadi takut mau ngomongnya.”
“Ya
bagus kalau kamu takut, ada apa?”
“Aku
suka sama kamu..” Jawabnya dengan tegas dan penuh dengan ketenangan dalam
dirinya.
“Kamu
gila?” Jawabku dengan memasang wajah jutek tanpa senyum.
“Salah
kalau aku suka sama kamu? Salah kalau aku ingin menjadikan kamu seseorang yang
berarti untukku?” Tanyanya sedikit memaksa.
Viola
terdiam dan menundukan kepalanya, air matanya sudah tidak bisa ia tahan lagi
hingga akhirnya dia menangis dihadapan Ricky.
Dia
mengangkat kepala Viola dan seakan-akan dia meminta agar bola mata Viola
menatap dalam-dalam wajah Ricky, namun Viola tak bisa. Dia mengusap habis air
mata Viola yang berjatuhan itu, dan dia meletakkan telapak tangan Viola di
permukaan dada Ricky. “Rasakanlah degupan jantungku ini Viola.. Aku serius! Aku
gak akan main-main dengan perasaanku ini, aku serius ingin menjadikan kamu
belahan jiwaku, pendamping hidupku.” Namun Viola masih saja menangis. “Apa yang
membuatmu menangis Viola?” Tanyanya lagi. Tapi pikiran Viola malah tertuju pada
sosok Ikhwan yang bernama Julian, andaikan yang berkata dan memohon-mohon cinta
Viola ini adalah Julian, mungkin dengan tanpa rasa terpaksa dan tanpa
berpikir-pikir lagi Viola akan menjawab “IYA”. Dengan terbata, Viola pun mulai
berkata sesuatu, “Aku tak ingin melukaimu lebih dalam lagi Ricky. Aku tak ingin
membuat seseorang menantikan aku, dengan berbagai macam kata-kata harapan yang
aku sanjungkan untuknya.”
“Maksudnya
bagaimana?”
“Aku
tidak bisa menerima cintamu, ini masih terasa asing untukku.”
“Kamu
punya seseorang dalam hatimu?”
“Iya..”
Ricky
tersenyum tipis sembari berkata, “Aku tidak akan memaksamu, kalau memang kamu
lebih bahagia bersamanya aku rela dan ikhlas. Daripada dengan aku kamu malah
cemberut terus, berbahagialah dengan orang yang kamu cintai Viola.”
“Aku
gak percaya kamu bisa melakukan hal itu!”
“Kenapa
gak percaya?” Tanyanya heran.
“Aku
gak bisa melakukan hal yang seperti kamu itu!”
“Maksudnya?”
Tanyanya lagi.
“Aku
belum bisa ikhlas dengan segala sesuatu yang pahit jika terjadi didalam
kehidupanku.”
“Cinta
itu simpel. Cinta itu pengorbanan dan perjuangan. Cinta itu tiada akan pernah
memaksa dan mengharapkan sesuatu persis sesuai dengan kehendak si pencinta.”
Ujarnya.
“Jadi?”
Tanya Viola.
“Jadi,
kamu hanya butuh bersabar dalam menjalani semuanya. Ini semua bukanlah akhir
dari suatu cerita jika memang masa kontrak hidup kita belum usai, pasti itu
semua akan datang dengan sendirinya jika kita mau bersabar. Dan aku yakin,
kalau kamu nanti akan berubah pikiran dan pasti akan datang menemui aku..
Hihihi” Jawabnya sedikit usil.
“Ngarep!” tukas Viola.
“Loh,
kenapa memangnya tidak boleh aku berharap? Itu kan hak aku yang punya cinta
untuk kamu!” Jawabnya.
“Aku
hanya tak ingin menyakitimu!”
“Kalau
gak mau sakitin aku ya terima donk
cintaku, simpel kan?”
Namun
Viola malah pergi meninggalkan Ricky. Karena Viola harus masuk ke dalam ruangan
dan mengikuti mata kuliah selanjutnya.
Viola
dan Julian memang terkait dalam satu organisasi, komunitas yang ingin membawa
dan mewadahi remaja-remaja agar lebih islami dan mengenal islam. Memang
hubungannya tak renggang, Julian masih selalu melempar senyum dan bercanda-tawa
dengan Viola, seperti biasa layaknya teman. Namun dibalik semua itu, Viola
masih menyimpan harapan yang dalam kepada Julian. Entah Julian mengetahui semua
itu atau bahkan sebaliknya.
Sikap
Julian memang membuat Viola semakin berharap dan yakin kalau Julian pun sama
dengannya, bagaimana tidak. Disetiap kali ada suatu kejadian, nampaknya Julian
sangat ingin sekali mendapatkan perhatian dari Viola. Dan dalam keadaan apapun,
selalu saja Viola yang menjadi tangan kanannya.
“Vio,
bisa bantuin aku?” Ucap Julian.
“Bantu
apa?” Tanya Viola.
“Tolong
dong ambilin buku didalam tasku!”
Viola
pun menuruti perintahnya. “Ini..” Sambil menyodorkan buku yang diminta oleh
Julian.
Julian
pun mengambil buku tersebut dari tangan Viola. Setelah itu, Viola pun pergi
dari sisi Julian dan kembali melakukan kegiatannya. Dan ketika Viola
berbincang-bincang dengan Haris salah satu anggota dari komunitas itu, entah
mengapa pandangan mata Julian selalu saja tertuju kepada Viola. Ciee dia cemburu kayaknya! Pikir Viola
mulai GR.
Viola
memang cukup dekat dengan para anggota dari komunitasnya itu, setiap file-file
dari para anggotanya itu lengkap tersedia didalam memory Viola. Segala isi hati
dari sebagian anggotanya yang aktif, Viola punya itu. Dan ketika Viola
menceritakan isi hati salah satu anggotanya kepada Iwan dan Julian. Julian
berkata dengan santainya.
“Kalau
orang-orang kayak kamu itu banyak ya, mungkin untuk pendekatan dan peningkatan
pemahaman akan cepat terwujudkan.”
Viola
hanya tersenyum dan menundukan kepalanya.
Malam
pun tiba, Viola harus pulang ke rumahnya. Tapi saat itu hujan yang lebat sedang
turun membasahi seluruh tanah dan pepohonan dan bangunan-bangunan yang lainnya.
Terlihat sangat jelas dengan mata kepala Viola sendiri kalau Julian sedang
meminta bantuan kepada Yasin untuk mengantarkan Viola ke rumahnya.
Dan ketika akan pulang, Viola berdiri
sejenak menantikan hujan reda di dekat anak tangga di lantai bawah. Tiba-tiba
saja Julian datang dengan membawakan helm untuk Viola.
“Ini pakai, kita pulang!” Ucap Julian.
“Pulang?” Tanyaku sedikit heran.
“Iya pulang, memangnya kamu mau bermalam
disini?” Jawabnya penuh dengan senyum.
“Iya, maksudku aku pulang sama siapa?”
Tanyaku sambil melemparkan lagi senyumku kepadanya.
“Sama aku, seneng kan?” Jawabnya.
Viola pun pulang bersama dengan Julian.
Dengan penuh tawa ceria dan senyum manis yang terlukis dengan jelas di bibirku
tertangkap sudah oleh Julian.
“Seneng ya?” Tanyanya.
“Nggak juga..” Jawab Viola yang mencoba
untuk menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya.
“Oh.. Gitu yah? Hujan Vio, dipakai saja
jas hujannya.” Suruhnya.
“Nggak usah deh, pengap!” Jawab Viola.
“Loh nanti sakit bagaimana?”
“Nggak apa-apa, udah sakit ini kan!”
“Hmm.. Pokonya besok harus fit gak boleh
sakit. Terserah!”
Karena Julian memaksa Viola untuk
memakai jas hujannya, akhirnya Viola pun mengabulkan permintaan Julian.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya Viola
pun sampai di halaman depan rumahnya.
Ternyata, ketika Viola sampai di halaman
depan rumahnya. Ricky sedang berada di kursi depan teras rumah Viola. Ricky
sedang menunggu Viola yang tadinya akan mengajak Viola jalan-jalan ke toko
buku, karena Ricky tau kalau Viola sangat menyukai buku. Bola mata Julian
tertuju ke arah Ricky, lelaki yang mengenakan kaos warna putih, berjaket jins
warna coklat tua, memiliki hidung yang mancung dan kulit yang cerah membuat
Julian penasaran dan lalu menanyakan kepada Viola tentang sosok lelaki itu.
“Vio, siapa laki-laki itu?” Tanya Julian
sambil mengarahkan bola matanya kepada Ricky.
“Oh, itu teman sekampusku namanya
Ricky.” Jawab Viola santai.
“Mau apa dia kesini? Udah malem juga kan?”Ucapnya.
“Ya aku juga gak tau.”
“Suruh pulang, aku khawatir kalau ada
fitnah dari tetangga tentangmu, Assalamu’alaikum..” Julian pun pergi
meninggalkan Viola.
Viola pun masuk ke dalam rumahnya, dan
Ricky langsung menyambutnya.
“Vio, yang tadi itu siapa?” Tanyanya.
“Itu Julian, temanku sewaktu SMA.”
Jawabku. Kusimpan dahulu tasku di atas meja, kemudian aku menarik tangan Ricky
“Kamu ngapain di rumah aku?
Malam-malam lagi” lanjut Viola.
“Aku kesini sejak tadi sore, lalu ibumu
menyuruhku untuk menunggumu disini.”
“Di luar?” Tanya Viola.
“Ya masa di dalam? Kan kamu nya juga gak
ada, siapa sih tadi itu? Pacarmu?”
“Calon suamiku, hahahaha..” Jawab Viola
ngasal.
“Oh, gitu yah? Kalau suami nya jadi aku
gimana? Kamu ikhlas?”
“Hmm... Gak tau juga, hahaha.. liat
nanti aja ya!”
“Hmm.. Yauda aku pulang aja deh,
istirahat sana!”
“Iya, maaf ya udah buat kamu jamuran
disini. “
“Buat kamu yang aku cinta, gak apa deh”
“Gombal!”
“Serius, yaudah.. Assalamu’alaikum.”
Ricky atau Julian, keduanya memiliki
sisi baik dan buruk tergantung Viola melihatnya dari sisi yang mana, tapi
meskipun begitu. Viola masih tetap saja berharap dan menginginkan Julian.
Karena Viola sangat senang sekali dengan
menulis, dan setiap kali bayangan wajah Julian memenuhi pikirannya, yang ingin
Viola lakukan hanyalah menulis. Viola pun mengambil secarik kertas berwarna
merah jambu, dan mengambil pulpen berwarna biru bertinta pink, kemudia Viola
menuliskan sesuatu di atasnya.
Disudut ruangan kecil tak berventilasi, bertiupkan
angin namun ku merasakan kesesakkan dada yang teramat dalam.
Aku tak mengerti mengapa pancaran sinarmu begitu
merasuk hingga ke dalam kalbu, menembus setiap pori-pori lapisan kulitku.
Kau tau...
Aku termenung hingga mengkerut keningku ketika ku
tak sengaja melihat sketsa wajahmu dalam bingkai foto yang terletak di atas
lemari di dalam kamarku.
Aku melihat kau tersenyum dengan cerianya, tanpa
beban, tanpa rasa lelah menyelimuti setiap langkah kakimu.
Kau tau...
Aku selalu mengukur diri ini hingga aku selalu
bertanya apakah aku pantas dengan segala pengharapan yang aku punya saat ini
kepadamu?
Hingga mungkin dalam lelahnya jiwaku yang selalu
tertatih mengharapkan sebuah keajaiban itu benar-benar terjadi, engkau tak
pernah menyaksikannya.
Kau tau...
Aku selalu mendo'akan agar kamu selalu kuat dalam
menjalani hidup yang terkadang pahit, perih, sakit, lelah, jenuh, tak ada
semangat..
Namun aku tau, kau mampu melewati itu semua dengan
keimananmu, ketaqwaanmu, kesabaranmu, ketawakalanmu, keikhlasanmu, dan
pengabdianmu kepada Illahmu dan Illahku, Illah semesta alam yang semestinya di
agungkan di atas segalanya, AllahuAkbar!!!
Kau tau...
Setiap tutur katamu yang terkadang tak
mengenakkanku, aku selalu menerima itu semua dengan ikhlas dan lapang dada. Aku
tak pernah bisa membencimu walau terkadang aku hampir mati terbunuh oleh
perasaan ku sendiri.
Kelap-kelip rasa ini ketika aku melihat struktur
tubuhmu. Kau berdiri dengan tegaknya disana, kau berdiri di hadapan mataku, kau
angkat setinggi-tingginya jari telunjukmu dan mencoba mengisyaratkan apa yang
sedang ingin kau tunjukkan kepada dunia, bahwa hanyalah Allah satu-satunya
Tuhan yang ada di dunia ini.
Kau tau...
Ketika beberapa tahun yang lalu tepat di hari
jum'at entah tanggal dan jam berapa, ketika sesuatu itu menimpamu.. Aku
menangis, dan aku berkata pada Allah.. "Bahwa kamu adalah orang yang baik,
bahwa kamu adalah orang yang tegar, bahwa kamu adalah orang yang Allah
sayangi..."
Kau tau...
Ketika aku mengingatmu.. yang ingin ku lakukan
hanyalah menulis.. aku hanya ingin menulis.. menulis semua tentangmu.. menulis
dan menulis...
Aku ingin mengukir namamu dengan indah di buku
harianku..
Namun seketika aku tersadar, bahwa aku tak ingin
lagi menuliskan namamu dalam buku harianku...
Karena aku takut semua itu kan hilang dan akan
pergi selamanya dalam kehidupanku..
Tapi, aku selalu ingin menuliskan semua hal
tentangmu dalam memory ku...
Kau tau...
Apakah kau tau...??
Dan ku harap, kau tak pernah mengetahui apa yang
ku ketahui tentang ini.
~ Lima Tahun
Kemudian ~
Ricky
menghilang entah kemana, dia pergi dengan membawa luka yang mendalam karena
selalu saja Viola tak memandang cintanya. Viola mencari-cari keberadaan Ricky
namun tak pernah ia temui. Semua nampak seperti bayangan, fatamorgana. Memang
cinta itu bagaikan mengejar kupu-kupu, kala dikejar ia semakin menjauh. Tapi
ketika ia menjauh, malah dirinya yang berbalik mengejar mencari.
Julian
sedang sibuk dengan kegiatannya di luar kota, sudah beberapa tahun ini Viola
sangat merasakan kesepian, tak ada teman. Beberapa pria berdatangan ke rumah
untuk melamar sang gadis putri Bapak Hanif itu. Namun, Viola tetap menolak dan
berharap Ricky kembali.
Usia
Viola sudah tidak berbelasan tahun lagi, kini dia sudah menginjak usia di atas
25. Dan Viola kini ingin mendapatkan dan menemukan sosok ikhwan yang
benar-benar mencintainya. Hah, gak usah
muluk-muluk ingin mendapatkan yang sempurna seperti apa yang diharapkan. Toh
kenyataannya memang jika sudah menikah itu lain lagi pandangannya. Harus
bertanggung jawab dengan keluarga kecil yang dimiliki, menjaga keutuhan cinta
dan menjaga keluarga dari panasnya api neraka. Kemana lagi aku harus mencari
bayang-bayang semu yang masih terlukis jelas dipelupuk mataku? Kemanakah
kiranya sang kumbang itu pergi?Tak adakah yang mengetahui? Atau memang bukan
kumbang itu yang akan mendapatkan pasangannya ini? Entahlah...
~ Kembalinya Ricky
~
Ricky
kembali hadir di kehidupan Viola, dengan membawa sejuta cinta yang diperbaharui
untuk dipersembahkannya kepada Viola. Dia datang dengan membawa cincin yang
bertujuan akan melamar Viola. Viola mempersilahkannya masuk dan menemui sang
ayah.
Namun,
ketika Ricky akan melangsungkan maksud dan tujuannya. Ayah Viola memandang
negatif kepada sosok Ricky, ayahnya tak ingin jika di kemudian hari malah Viola
yang tersakiti. Ayahnya menolak lamaran Ricky terhadap anak kesayangannya itu.
Viola menangis menahan rasa luka dan kecewa. Mengapa sang ayah malah menolak
permintaan Ricky. Ricky kembali mengusap air mata Viola, “Kamu ingat, cinta itu
simpel. Butuh pengorbanan dan perjuangan. Tersenyumlah, bahagiakanlah orang
yang sangat mencintaimu dan kamu pun mencintainya. Mungkin, kita memang tiada
akan pernah bersatu di dunia. Biarlah...Aku ikhlas.”
Kemudian,
setelah sejam terlewati Julian kembali dari luar kota. Dan dia kembali bertemu
dengan Viola. Julian melihat Viola nampak pucat dan selalu saja bersedih,
Julian mencoba bertanya kepada sahabat baik Viola, Maudy.
“Ricky
baru saja melamar Vio, tapi ayahnya Vio menolak. Entah karena apa.” Jelas Maudy
ketika Julian menanyakan apa penyebab Viola selalu bersedih.
“Oh..
Begitu yah.” Julian tersenyum kecil.
Tak
lama dari itu, Viola menghampiri Maudy dan Julian. Viola tetap saja bersedih
meskipun Julian ada di dekatnya.
“Vio,
aku mau ke rumah ya. Ketemu sama ayah.” Ucap Julian sambil memandang wajah
manis Viola.
Viola
mengangkat kepalanya dan menatap balik wajah
Julian sembari berkata “Mau apa? Mau minta ijin nikahi anaknya? hahaha” Jawab
Viola menyindir.
“Haha..
Minta izinnya cukup pada yang punya hati ayahmu, ayahku, ibuku, ibumu, aku dan
kamu.” Katanya sembari senyum.
“Maksudnya?”
“Aku
selalu berdo’a kepada Allah kalau menginginkan sesuatu.”
~ Kedatangan
Julian Ke rumah Viola ~
Mungkin ini saatnya aku mengatakan sesuatu
yang selama ini aku pendam dalam lautan hatiku, yang tiada pernah bisa aku ucap
karena malu dan takutku kepada Illahku. Kuberikan maharku seadanya ini untukmu,
Viola. Gumam Julian dalam hati.
Terlihat
oleh Viola, Julian sedang asik berbincang-bincang dengan ayahnya. Entah apa
yang dibicarakannya. Namun, seketika...
“Vio,
kemari nak!” Panggil ayahnya.
Viola
respect, lalu bergegaslah dia
menghampiri ayahnya. Viola pun duduk di samping ayahnya. Bola matanya melirik
tajam ke arah Julian, dan mencoba memberikan isyarat kepadanya tentang apa
sebenarnya yang ingin Julian sampaikan kepada ayahnya itu. Julian mengerti
maksudnya, dan dia hanya menundukan wajahnya lalu tersenyum kecil.
“Persiapkan
dirimu dan juga mentalmu, karena seminggu lagi Julian akan mempersuntingmu,
dindaku” Kata ayahnya dengan penuh rasa bahagia.
Degg.. Jantungku ini rasanya mau copot,
entah rasa senang atau sedih. Tapi entahlah, aku sangat bersyukur karena semua
harapku bukanlah harap semu. Dan aku akan mengatakan..
“Iya
ayah...” Jawab Viola tersipu malu. Menyembunyikan rona bahagianya dan Viola pun
langsung lari ke pangkuan ibunya.
“Ibu..
Vio seneng!” Sambil memeluk erat tubuh ibunya. “Julian melamar aku ibu.. “
Lanjutnya.
“Ricky
bagaimana?” Tanya ibunya.
“Hehe..
Mungkin memang bukan dia orangnya, karena memang dari awal Viola sudah merasa
cocok sama Julian.”
“Alhamdulillah,
ibu ikut bahagia.”
Akhirnya, aku
menemukan juga siapa pendamping hidupku. Memang benar ya, ternyata kalau jodo
itu tidak lari kemana. Kalau memang jodo pasti akan selalu ada menemani di
setiap langkah diri.
Julian Candra.
Hohoho... Seseorang yang kunantikan sejak aku masih berusia sangatlah belia,
masa-masa putih abu yang tiada pernah terlupakan. Bismillah, semoga memang dia
imam dan jodoku yang selama ini aku idamkan. Semoga, sampai kepada Jannah-Nya.
Aamiin.. Syukran yaa Rabb..
Inilah cinta
yang seadanya, dengan cinta yang tiada pernah memaksakan. Cinta dalam diam
diantara keduanya. Kini terajut dalam cinta yang halal, Subhanallah. Bunga
mawar kini merekah dengan indahnya dihatiku. Meski sempat tercabik oleh durinya
yang sebegitu.
Cinta
Viola sudah berlabuh, ternyata memang Julian lah orangnya. Bagaimana dengan
Ricky? Ricky memang sempat hadir ke acara pernikahan Julian dan Viola, Ricky
nampak berbahagia melihat orang yang dicintainya berbahagia, meskipun bukan
dengan dirinya. Memang sulit untuk mengikhlaskan sesuatu yang sebenarnya sangat
berarti untuk diri sendiri. Tapi, inilah fenomena kehidupan. Tak pernah
tertebak bagaimana alur dan endingnya.
Namun bagi Viola, Ricky adalah seseorang yang sangat bijak, dewasa, dan
mengerti bagaimana memperlakukan Viola, dan menghadapi Viola yang sedikit keras
kepala ini.
Kata-kata
terakhir yang sempat Ricky ucapkan kepada Viola ketika Viola sedang
melangsungkan pernikahannya adalah, “Kehidupan ini adalah proses dan jembatan
untuk menyebrangi kehidupan yang selanjutnya, entah jodo atau tidak. Tapi aku
harap, kamu mampu berlayar dengan baik dan hati-hati hingga sampai menuju
jannah-Nya. Aamiin...”
Kini
Ricky masih sendiri dan menanti seorang wanita yang bisa menerima dia apa
adanya. Ternyata, paras tak menjamin. Tapi, keimanan dan ketaqwaanlah yang
sebenarnya dicari. Ricky tinggal di pondok pesantren daerah Tuban, Jawa Timur.
Meskipun masih sendiri, tapi Ricky amat berbahagia karena hubungan pertemanan
dirinya dengan Viola masih berlanjut hingga sampai saat ini. Mungkin, terkadang
bunga mawar itu terlihat jahat karena ada duri yang memenuhi batang tubuhnya,
tetapi bunga mawar itu sangatlah indah dan harum jika digenggam dengan benar
dan baik, tentunya bukan dengan orang yang sembrono.
Cinta
itu memang simpel, gak ribet. Asal bisa ikhlas dan sabar semuanya akan berjalan
dengan mulus, tapi ya namanya juga manusia. Memiliki sifat dasar yang
tergesa-gesa atau terburu-buru. Sikap Ricky yang dewasa patut diacungi jempol,
karena memang tak semua orang bisa ikhlas seperti dirinya. Dan, tidak mudah
juga untuk mengontrol diri. Semoga dengan cerita singkat ini bisa memotivasi
dan menginspirasi para pembaca untuk menentukan sikap dan merubah pola pikir
yang tadinya tak ikhlas menjadi ikhlas, dan yang tadinya tergesa-gesa menjadi
bersabar. Aamiin.
“Kehidupan berawal dari cinta,
maka...indahkanlah hidupmu dengan cinta-Nya...”
“Air mata yang
terjatuh, itupun karena cinta... maka.. iringilah kesedihanmu itu dengan
cinta-Nya...”
“Tak ada yang
sia-sia dalam hidup ini jika kita mengawalinya dengan yang tidak sia-sia...
(Khansa Zhufairah Al-Maqdist)
Bagus cerpenya cha haha
BalasHapushoahaha... ini cerpen masih harus direvisi ki.. ^_^
BalasHapusGak konsisten banget. Hehehe..
Nanti di edit lagi ach..
Makasih udah meninggalkan jejaknya. Dan menjadi penikmat cerpenku yang masih amburadul ini.
Hohoho
menyentuh teh :)
BalasHapuslanjutkan ;) !