Senin, 08 Oktober 2012

Roses In My Heart


Roses In My Heart

            Jam, menit, dan detiknya aku tidak tahu pasti kapan perasaan yang sangat aneh ini muncul dalam jiwaku, menggetarkan denyut nadi dan mampu merubah setiap pola pikir dan tindakanku karenanya. Namun, aku ingat betul saat kau lemparkan senyum manismu kepadaku, dan ketika semua ucapan manismu yang palsu itu melunakan kerasnya hatiku. Kau rubah duniaku! Kau membuat hidupku lebih berwarna layaknya pancaran pelangi disaat hujan usai membasahi seluruh alam raya disekelilingku. Membuat hatiku berbunga-bunga dan layu seketika, namun tak pernah kau membuat aku mati dengan cinta seadanya yang aku miliki. Cinta, aku jatuh cinta kepadamu karena lembutnya sikapmu, indahnya parasmu, kuatnya imanmu. Itulah yang aku suka dari ikhwan yang bernama Julian.” Kata-kata Viola pada secarik kertas bertinta merah di atasnya.
            Viola tersenyum sendiri ketika membayangkan sosok bernama Julian dalam pikirannya. Viola membiarkan Julian masuk dan bermain sepuasnya dalam otak dan hatinya. Namun, Viola tak pernah mengetahui bagaimana dengan Julian, apakah sama dengan dirinya yang juga membiarkan Viola masuk kedalam pikirannya dan bermain didalam hatinya? Itulah yang selalu menjadi misteri dalam kehidupan Viola. Aku mencintaimu dalam diamku, rasanya sulit untuk dimengerti ketika segala hasrat mulai menggebu ingin mewujudkan segala asa yang terpendam. Lirih aku menyambutnya.. Gumamnya.
            Memang bukan menjadi satu-satunya tujuan dalam hidup Viola untuk menjadi bagian dari hidup Julian, namun entah mengapa perasaan yang komplikasi itu selalu saja ada dan enggan untuk melangkahkan kakinya untuk pergi jauh dari hati Viola. Siapakah yang enggan sebenarnya? Viola ataukah cintanya yang tak menginginkan segalanya usai? Entahlah...
            Viola membuka lembaran-lembaran lama di buku hariannya, tepat pada tanggal 16 januari tahun 2010. Dulu, jam 19.18 wib dia menghubungi aku. Lucu, dan hingga saat ini, jam, menit dan detik ini pun semuanya belum pernah terwujud. Semua itu masih menjadi sebuah tanda tanya yang besar untukku. Lalu, kapankah dia akan menyatakan perasaannya untukku? Pikirnya. Dan Viola membuka lagi lembaran-lembaran berikutnya, dan semuanya mengingatkan dirinya kepada hal-hal yang amat romantis dengan Julian pada masa-masa itu, namun memang rasanya tak pantas bila hal itu selalu dikenang, hanya menambah luka perih dalam dada. Viola pun tertidur setelah usai membaca memorinya yang lalu dalam buku hariannya pada tahun 2009-2010.
~ Di Kampus ~
            “Viola.. Aku mau ngobrol sebentar.” Ucap seorang pria bernama Ricky sambil memegang erat jari-jemari Viola.
            Viola melepaskan genggaman tangan Ricky dan berkata “Mau apa kamu?” tanyanya yang sangat ketus.
            “Aku mau ngobrol sebentar, ada hal yang pengen aku sampein sama kamu.” Jawab Ricky sambil menunduk.
            “Mau ngobrol apa?” Tanyaku lagi dengan nada tinggi.
            “Jangan galak gitu donk biasa aja, aku kan jadi takut mau ngomongnya.”
            “Ya bagus kalau kamu takut, ada apa?”
            “Aku suka sama kamu..” Jawabnya dengan tegas dan penuh dengan ketenangan dalam dirinya.
            “Kamu gila?” Jawabku dengan memasang wajah jutek tanpa senyum.
            “Salah kalau aku suka sama kamu? Salah kalau aku ingin menjadikan kamu seseorang yang berarti untukku?” Tanyanya sedikit memaksa.
            Viola terdiam dan menundukan kepalanya, air matanya sudah tidak bisa ia tahan lagi hingga akhirnya dia menangis dihadapan Ricky.
            Dia mengangkat kepala Viola dan seakan-akan dia meminta agar bola mata Viola menatap dalam-dalam wajah Ricky, namun Viola tak bisa. Dia mengusap habis air mata Viola yang berjatuhan itu, dan dia meletakkan telapak tangan Viola di permukaan dada Ricky. “Rasakanlah degupan jantungku ini Viola.. Aku serius! Aku gak akan main-main dengan perasaanku ini, aku serius ingin menjadikan kamu belahan jiwaku, pendamping hidupku.” Namun Viola masih saja menangis. “Apa yang membuatmu menangis Viola?” Tanyanya lagi. Tapi pikiran Viola malah tertuju pada sosok Ikhwan yang bernama Julian, andaikan yang berkata dan memohon-mohon cinta Viola ini adalah Julian, mungkin dengan tanpa rasa terpaksa dan tanpa berpikir-pikir lagi Viola akan menjawab “IYA”. Dengan terbata, Viola pun mulai berkata sesuatu, “Aku tak ingin melukaimu lebih dalam lagi Ricky. Aku tak ingin membuat seseorang menantikan aku, dengan berbagai macam kata-kata harapan yang aku sanjungkan untuknya.”
            “Maksudnya bagaimana?”
            “Aku tidak bisa menerima cintamu, ini masih terasa asing untukku.”
            “Kamu punya seseorang dalam hatimu?”
            “Iya..”
            Ricky tersenyum tipis sembari berkata, “Aku tidak akan memaksamu, kalau memang kamu lebih bahagia bersamanya aku rela dan ikhlas. Daripada dengan aku kamu malah cemberut terus, berbahagialah dengan orang yang kamu cintai Viola.”
            “Aku gak percaya kamu bisa melakukan hal itu!”
            “Kenapa gak percaya?” Tanyanya heran.
            “Aku gak bisa melakukan hal yang seperti kamu itu!”
            “Maksudnya?” Tanyanya lagi.
            “Aku belum bisa ikhlas dengan segala sesuatu yang pahit jika terjadi didalam kehidupanku.”
            “Cinta itu simpel. Cinta itu pengorbanan dan perjuangan. Cinta itu tiada akan pernah memaksa dan mengharapkan sesuatu persis sesuai dengan kehendak si pencinta.” Ujarnya.
            “Jadi?” Tanya Viola.
            “Jadi, kamu hanya butuh bersabar dalam menjalani semuanya. Ini semua bukanlah akhir dari suatu cerita jika memang masa kontrak hidup kita belum usai, pasti itu semua akan datang dengan sendirinya jika kita mau bersabar. Dan aku yakin, kalau kamu nanti akan berubah pikiran dan pasti akan datang menemui aku.. Hihihi” Jawabnya sedikit usil.
            Ngarep!” tukas Viola.
            “Loh, kenapa memangnya tidak boleh aku berharap? Itu kan hak aku yang punya cinta untuk kamu!” Jawabnya.
            “Aku hanya tak ingin menyakitimu!”
            “Kalau gak mau sakitin aku ya terima donk cintaku, simpel kan?”
            Namun Viola malah pergi meninggalkan Ricky. Karena Viola harus masuk ke dalam ruangan dan mengikuti mata kuliah selanjutnya.
            Viola dan Julian memang terkait dalam satu organisasi, komunitas yang ingin membawa dan mewadahi remaja-remaja agar lebih islami dan mengenal islam. Memang hubungannya tak renggang, Julian masih selalu melempar senyum dan bercanda-tawa dengan Viola, seperti biasa layaknya teman. Namun dibalik semua itu, Viola masih menyimpan harapan yang dalam kepada Julian. Entah Julian mengetahui semua itu atau bahkan sebaliknya.
            Sikap Julian memang membuat Viola semakin berharap dan yakin kalau Julian pun sama dengannya, bagaimana tidak. Disetiap kali ada suatu kejadian, nampaknya Julian sangat ingin sekali mendapatkan perhatian dari Viola. Dan dalam keadaan apapun, selalu saja Viola yang menjadi tangan kanannya.
            “Vio, bisa bantuin aku?” Ucap Julian.
            “Bantu apa?” Tanya Viola.
            “Tolong dong ambilin buku didalam tasku!”
            Viola pun menuruti perintahnya. “Ini..” Sambil menyodorkan buku yang diminta oleh Julian.
            Julian pun mengambil buku tersebut dari tangan Viola. Setelah itu, Viola pun pergi dari sisi Julian dan kembali melakukan kegiatannya. Dan ketika Viola berbincang-bincang dengan Haris salah satu anggota dari komunitas itu, entah mengapa pandangan mata Julian selalu saja tertuju kepada Viola. Ciee dia cemburu kayaknya! Pikir Viola mulai GR.
            Viola memang cukup dekat dengan para anggota dari komunitasnya itu, setiap file-file dari para anggotanya itu lengkap tersedia didalam memory Viola. Segala isi hati dari sebagian anggotanya yang aktif, Viola punya itu. Dan ketika Viola menceritakan isi hati salah satu anggotanya kepada Iwan dan Julian. Julian berkata dengan santainya.
            “Kalau orang-orang kayak kamu itu banyak ya, mungkin untuk pendekatan dan peningkatan pemahaman akan cepat terwujudkan.”
            Viola hanya tersenyum dan menundukan kepalanya.
            Malam pun tiba, Viola harus pulang ke rumahnya. Tapi saat itu hujan yang lebat sedang turun membasahi seluruh tanah dan pepohonan dan bangunan-bangunan yang lainnya. Terlihat sangat jelas dengan mata kepala Viola sendiri kalau Julian sedang meminta bantuan kepada Yasin untuk mengantarkan Viola ke rumahnya.
Dan ketika akan pulang, Viola berdiri sejenak menantikan hujan reda di dekat anak tangga di lantai bawah. Tiba-tiba saja Julian datang dengan membawakan helm untuk Viola.
“Ini pakai, kita pulang!” Ucap Julian.
“Pulang?” Tanyaku sedikit heran.
“Iya pulang, memangnya kamu mau bermalam disini?” Jawabnya penuh dengan senyum.
“Iya, maksudku aku pulang sama siapa?” Tanyaku sambil melemparkan lagi senyumku kepadanya.
“Sama aku, seneng kan?” Jawabnya.
Viola pun pulang bersama dengan Julian. Dengan penuh tawa ceria dan senyum manis yang terlukis dengan jelas di bibirku tertangkap sudah oleh Julian.
“Seneng ya?” Tanyanya.
“Nggak juga..” Jawab Viola yang mencoba untuk menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya.
“Oh.. Gitu yah? Hujan Vio, dipakai saja jas hujannya.” Suruhnya.
“Nggak usah deh, pengap!” Jawab Viola.
“Loh nanti sakit bagaimana?”
“Nggak apa-apa, udah sakit ini kan!”
“Hmm.. Pokonya besok harus fit gak boleh sakit. Terserah!”
Karena Julian memaksa Viola untuk memakai jas hujannya, akhirnya Viola pun mengabulkan permintaan Julian.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya Viola pun sampai di halaman depan rumahnya.
Ternyata, ketika Viola sampai di halaman depan rumahnya. Ricky sedang berada di kursi depan teras rumah Viola. Ricky sedang menunggu Viola yang tadinya akan mengajak Viola jalan-jalan ke toko buku, karena Ricky tau kalau Viola sangat menyukai buku. Bola mata Julian tertuju ke arah Ricky, lelaki yang mengenakan kaos warna putih, berjaket jins warna coklat tua, memiliki hidung yang mancung dan kulit yang cerah membuat Julian penasaran dan lalu menanyakan kepada Viola tentang sosok lelaki itu.
“Vio, siapa laki-laki itu?” Tanya Julian sambil mengarahkan bola matanya kepada Ricky.
“Oh, itu teman sekampusku namanya Ricky.” Jawab Viola santai.
“Mau apa dia kesini? Udah malem juga kan?”Ucapnya.
“Ya aku juga gak tau.”
“Suruh pulang, aku khawatir kalau ada fitnah dari tetangga tentangmu, Assalamu’alaikum..” Julian pun pergi meninggalkan Viola.
Viola pun masuk ke dalam rumahnya, dan Ricky langsung menyambutnya.
“Vio, yang tadi itu siapa?” Tanyanya.
“Itu Julian, temanku sewaktu SMA.” Jawabku. Kusimpan dahulu tasku di atas meja, kemudian aku menarik tangan Ricky “Kamu ngapain di rumah aku? Malam-malam lagi” lanjut Viola.
“Aku kesini sejak tadi sore, lalu ibumu menyuruhku untuk menunggumu disini.”
“Di luar?” Tanya Viola.
“Ya masa di dalam? Kan kamu nya juga gak ada, siapa sih tadi itu? Pacarmu?”
“Calon suamiku, hahahaha..” Jawab Viola ngasal.
“Oh, gitu yah? Kalau suami nya jadi aku gimana? Kamu ikhlas?”
“Hmm... Gak tau juga, hahaha.. liat nanti aja ya!”
“Hmm.. Yauda aku pulang aja deh, istirahat sana!”
“Iya, maaf ya udah buat kamu jamuran disini. “
“Buat kamu yang aku cinta, gak apa deh”
“Gombal!”
“Serius, yaudah.. Assalamu’alaikum.”
Ricky atau Julian, keduanya memiliki sisi baik dan buruk tergantung Viola melihatnya dari sisi yang mana, tapi meskipun begitu. Viola masih tetap saja berharap dan menginginkan Julian.
Karena Viola sangat senang sekali dengan menulis, dan setiap kali bayangan wajah Julian memenuhi pikirannya, yang ingin Viola lakukan hanyalah menulis. Viola pun mengambil secarik kertas berwarna merah jambu, dan mengambil pulpen berwarna biru bertinta pink, kemudia Viola menuliskan sesuatu di atasnya.
Disudut ruangan kecil tak berventilasi, bertiupkan angin namun ku merasakan kesesakkan dada yang teramat dalam.
Aku tak mengerti mengapa pancaran sinarmu begitu merasuk hingga ke dalam kalbu, menembus setiap pori-pori lapisan kulitku.
Kau tau...
Aku termenung hingga mengkerut keningku ketika ku tak sengaja melihat sketsa wajahmu dalam bingkai foto yang terletak di atas lemari di dalam kamarku.
Aku melihat kau tersenyum dengan cerianya, tanpa beban, tanpa rasa lelah menyelimuti setiap langkah kakimu.
Kau tau...
Aku selalu mengukur diri ini hingga aku selalu bertanya apakah aku pantas dengan segala pengharapan yang aku punya saat ini kepadamu?
Hingga mungkin dalam lelahnya jiwaku yang selalu tertatih mengharapkan sebuah keajaiban itu benar-benar terjadi, engkau tak pernah menyaksikannya.
Kau tau...
Aku selalu mendo'akan agar kamu selalu kuat dalam menjalani hidup yang terkadang pahit, perih, sakit, lelah, jenuh, tak ada semangat..
Namun aku tau, kau mampu melewati itu semua dengan keimananmu, ketaqwaanmu, kesabaranmu, ketawakalanmu, keikhlasanmu, dan pengabdianmu kepada Illahmu dan Illahku, Illah semesta alam yang semestinya di agungkan di atas segalanya, AllahuAkbar!!!
Kau tau...
Setiap tutur katamu yang terkadang tak mengenakkanku, aku selalu menerima itu semua dengan ikhlas dan lapang dada. Aku tak pernah bisa membencimu walau terkadang aku hampir mati terbunuh oleh perasaan ku sendiri.
Kelap-kelip rasa ini ketika aku melihat struktur tubuhmu. Kau berdiri dengan tegaknya disana, kau berdiri di hadapan mataku, kau angkat setinggi-tingginya jari telunjukmu dan mencoba mengisyaratkan apa yang sedang ingin kau tunjukkan kepada dunia, bahwa hanyalah Allah satu-satunya Tuhan yang ada di dunia ini.
Kau tau...
Ketika beberapa tahun yang lalu tepat di hari jum'at entah tanggal dan jam berapa, ketika sesuatu itu menimpamu.. Aku menangis, dan aku berkata pada Allah.. "Bahwa kamu adalah orang yang baik, bahwa kamu adalah orang yang tegar, bahwa kamu adalah orang yang Allah sayangi..."
Kau tau...
Ketika aku mengingatmu.. yang ingin ku lakukan hanyalah menulis.. aku hanya ingin menulis.. menulis semua tentangmu.. menulis dan menulis...
Aku ingin mengukir namamu dengan indah di buku harianku..
Namun seketika aku tersadar, bahwa aku tak ingin lagi menuliskan namamu dalam buku harianku...
Karena aku takut semua itu kan hilang dan akan pergi selamanya dalam kehidupanku..
Tapi, aku selalu ingin menuliskan semua hal tentangmu dalam memory ku...

Kau tau...
Apakah kau tau...??
Dan ku harap, kau tak pernah mengetahui apa yang ku ketahui tentang ini.
~ Lima Tahun Kemudian ~
            Ricky menghilang entah kemana, dia pergi dengan membawa luka yang mendalam karena selalu saja Viola tak memandang cintanya. Viola mencari-cari keberadaan Ricky namun tak pernah ia temui. Semua nampak seperti bayangan, fatamorgana. Memang cinta itu bagaikan mengejar kupu-kupu, kala dikejar ia semakin menjauh. Tapi ketika ia menjauh, malah dirinya yang berbalik mengejar mencari.
            Julian sedang sibuk dengan kegiatannya di luar kota, sudah beberapa tahun ini Viola sangat merasakan kesepian, tak ada teman. Beberapa pria berdatangan ke rumah untuk melamar sang gadis putri Bapak Hanif itu. Namun, Viola tetap menolak dan berharap Ricky kembali.
            Usia Viola sudah tidak berbelasan tahun lagi, kini dia sudah menginjak usia di atas 25. Dan Viola kini ingin mendapatkan dan menemukan sosok ikhwan yang benar-benar mencintainya. Hah, gak usah muluk-muluk ingin mendapatkan yang sempurna seperti apa yang diharapkan. Toh kenyataannya memang jika sudah menikah itu lain lagi pandangannya. Harus bertanggung jawab dengan keluarga kecil yang dimiliki, menjaga keutuhan cinta dan menjaga keluarga dari panasnya api neraka. Kemana lagi aku harus mencari bayang-bayang semu yang masih terlukis jelas dipelupuk mataku? Kemanakah kiranya sang kumbang itu pergi?Tak adakah yang mengetahui? Atau memang bukan kumbang itu yang akan mendapatkan pasangannya ini? Entahlah...
~ Kembalinya Ricky ~
            Ricky kembali hadir di kehidupan Viola, dengan membawa sejuta cinta yang diperbaharui untuk dipersembahkannya kepada Viola. Dia datang dengan membawa cincin yang bertujuan akan melamar Viola. Viola mempersilahkannya masuk dan menemui sang ayah.
            Namun, ketika Ricky akan melangsungkan maksud dan tujuannya. Ayah Viola memandang negatif kepada sosok Ricky, ayahnya tak ingin jika di kemudian hari malah Viola yang tersakiti. Ayahnya menolak lamaran Ricky terhadap anak kesayangannya itu. Viola menangis menahan rasa luka dan kecewa. Mengapa sang ayah malah menolak permintaan Ricky. Ricky kembali mengusap air mata Viola, “Kamu ingat, cinta itu simpel. Butuh pengorbanan dan perjuangan. Tersenyumlah, bahagiakanlah orang yang sangat mencintaimu dan kamu pun mencintainya. Mungkin, kita memang tiada akan pernah bersatu di dunia. Biarlah...Aku ikhlas.”
            Kemudian, setelah sejam terlewati Julian kembali dari luar kota. Dan dia kembali bertemu dengan Viola. Julian melihat Viola nampak pucat dan selalu saja bersedih, Julian mencoba bertanya kepada sahabat baik Viola, Maudy.
            “Ricky baru saja melamar Vio, tapi ayahnya Vio menolak. Entah karena apa.” Jelas Maudy ketika Julian menanyakan apa penyebab Viola selalu bersedih.
            “Oh.. Begitu yah.” Julian tersenyum kecil.
            Tak lama dari itu, Viola menghampiri Maudy dan Julian. Viola tetap saja bersedih meskipun Julian ada di dekatnya.
            “Vio, aku mau ke rumah ya. Ketemu sama ayah.” Ucap Julian sambil memandang wajah manis Viola.
            Viola mengangkat kepalanya dan menatap balik wajah Julian sembari berkata “Mau apa? Mau minta ijin nikahi anaknya? hahaha” Jawab Viola menyindir.
            “Haha.. Minta izinnya cukup pada yang punya hati ayahmu, ayahku, ibuku, ibumu, aku dan kamu.” Katanya sembari senyum.
            “Maksudnya?”
            “Aku selalu berdo’a kepada Allah kalau menginginkan sesuatu.”
~ Kedatangan Julian Ke rumah Viola ~
            Mungkin ini saatnya aku mengatakan sesuatu yang selama ini aku pendam dalam lautan hatiku, yang tiada pernah bisa aku ucap karena malu dan takutku kepada Illahku. Kuberikan maharku seadanya ini untukmu, Viola. Gumam Julian dalam hati.
            Terlihat oleh Viola, Julian sedang asik berbincang-bincang dengan ayahnya. Entah apa yang dibicarakannya. Namun, seketika...
            “Vio, kemari nak!” Panggil ayahnya.
            Viola respect, lalu bergegaslah dia menghampiri ayahnya. Viola pun duduk di samping ayahnya. Bola matanya melirik tajam ke arah Julian, dan mencoba memberikan isyarat kepadanya tentang apa sebenarnya yang ingin Julian sampaikan kepada ayahnya itu. Julian mengerti maksudnya, dan dia hanya menundukan wajahnya lalu tersenyum kecil.
            “Persiapkan dirimu dan juga mentalmu, karena seminggu lagi Julian akan mempersuntingmu, dindaku” Kata ayahnya dengan penuh rasa bahagia.
            Degg.. Jantungku ini rasanya mau copot, entah rasa senang atau sedih. Tapi entahlah, aku sangat bersyukur karena semua harapku bukanlah harap semu. Dan aku akan mengatakan..
            “Iya ayah...” Jawab Viola tersipu malu. Menyembunyikan rona bahagianya dan Viola pun langsung lari ke pangkuan ibunya.
            “Ibu.. Vio seneng!” Sambil memeluk erat tubuh ibunya. “Julian melamar aku ibu.. “ Lanjutnya.
            “Ricky bagaimana?” Tanya ibunya.
            “Hehe.. Mungkin memang bukan dia orangnya, karena memang dari awal Viola sudah merasa cocok sama Julian.”
            “Alhamdulillah, ibu ikut bahagia.”
Akhirnya, aku menemukan juga siapa pendamping hidupku. Memang benar ya, ternyata kalau jodo itu tidak lari kemana. Kalau memang jodo pasti akan selalu ada menemani di setiap langkah diri.
Julian Candra. Hohoho... Seseorang yang kunantikan sejak aku masih berusia sangatlah belia, masa-masa putih abu yang tiada pernah terlupakan. Bismillah, semoga memang dia imam dan jodoku yang selama ini aku idamkan. Semoga, sampai kepada Jannah-Nya. Aamiin.. Syukran yaa Rabb..
Inilah cinta yang seadanya, dengan cinta yang tiada pernah memaksakan. Cinta dalam diam diantara keduanya. Kini terajut dalam cinta yang halal, Subhanallah. Bunga mawar kini merekah dengan indahnya dihatiku. Meski sempat tercabik oleh durinya yang sebegitu. 
            Cinta Viola sudah berlabuh, ternyata memang Julian lah orangnya. Bagaimana dengan Ricky? Ricky memang sempat hadir ke acara pernikahan Julian dan Viola, Ricky nampak berbahagia melihat orang yang dicintainya berbahagia, meskipun bukan dengan dirinya. Memang sulit untuk mengikhlaskan sesuatu yang sebenarnya sangat berarti untuk diri sendiri. Tapi, inilah fenomena kehidupan. Tak pernah tertebak bagaimana alur dan endingnya. Namun bagi Viola, Ricky adalah seseorang yang sangat bijak, dewasa, dan mengerti bagaimana memperlakukan Viola, dan menghadapi Viola yang sedikit keras kepala ini.
            Kata-kata terakhir yang sempat Ricky ucapkan kepada Viola ketika Viola sedang melangsungkan pernikahannya adalah, “Kehidupan ini adalah proses dan jembatan untuk menyebrangi kehidupan yang selanjutnya, entah jodo atau tidak. Tapi aku harap, kamu mampu berlayar dengan baik dan hati-hati hingga sampai menuju jannah-Nya. Aamiin...”
            Kini Ricky masih sendiri dan menanti seorang wanita yang bisa menerima dia apa adanya. Ternyata, paras tak menjamin. Tapi, keimanan dan ketaqwaanlah yang sebenarnya dicari. Ricky tinggal di pondok pesantren daerah Tuban, Jawa Timur. Meskipun masih sendiri, tapi Ricky amat berbahagia karena hubungan pertemanan dirinya dengan Viola masih berlanjut hingga sampai saat ini. Mungkin, terkadang bunga mawar itu terlihat jahat karena ada duri yang memenuhi batang tubuhnya, tetapi bunga mawar itu sangatlah indah dan harum jika digenggam dengan benar dan baik, tentunya bukan dengan orang yang sembrono.
            Cinta itu memang simpel, gak ribet. Asal bisa ikhlas dan sabar semuanya akan berjalan dengan mulus, tapi ya namanya juga manusia. Memiliki sifat dasar yang tergesa-gesa atau terburu-buru. Sikap Ricky yang dewasa patut diacungi jempol, karena memang tak semua orang bisa ikhlas seperti dirinya. Dan, tidak mudah juga untuk mengontrol diri. Semoga dengan cerita singkat ini bisa memotivasi dan menginspirasi para pembaca untuk menentukan sikap dan merubah pola pikir yang tadinya tak ikhlas menjadi ikhlas, dan yang tadinya tergesa-gesa menjadi bersabar. Aamiin.

            “Kehidupan berawal dari cinta, maka...indahkanlah hidupmu dengan cinta-Nya...”
“Air mata yang terjatuh, itupun karena cinta... maka.. iringilah kesedihanmu itu dengan cinta-Nya...”
“Tak ada yang sia-sia dalam hidup ini jika kita mengawalinya dengan yang tidak sia-sia...
(Khansa Zhufairah Al-Maqdist)

3 komentar:

  1. hoahaha... ini cerpen masih harus direvisi ki.. ^_^
    Gak konsisten banget. Hehehe..
    Nanti di edit lagi ach..
    Makasih udah meninggalkan jejaknya. Dan menjadi penikmat cerpenku yang masih amburadul ini.
    Hohoho

    BalasHapus