Senin, 08 Oktober 2012

Roses In My Heart


Roses In My Heart

            Jam, menit, dan detiknya aku tidak tahu pasti kapan perasaan yang sangat aneh ini muncul dalam jiwaku, menggetarkan denyut nadi dan mampu merubah setiap pola pikir dan tindakanku karenanya. Namun, aku ingat betul saat kau lemparkan senyum manismu kepadaku, dan ketika semua ucapan manismu yang palsu itu melunakan kerasnya hatiku. Kau rubah duniaku! Kau membuat hidupku lebih berwarna layaknya pancaran pelangi disaat hujan usai membasahi seluruh alam raya disekelilingku. Membuat hatiku berbunga-bunga dan layu seketika, namun tak pernah kau membuat aku mati dengan cinta seadanya yang aku miliki. Cinta, aku jatuh cinta kepadamu karena lembutnya sikapmu, indahnya parasmu, kuatnya imanmu. Itulah yang aku suka dari ikhwan yang bernama Julian.” Kata-kata Viola pada secarik kertas bertinta merah di atasnya.
            Viola tersenyum sendiri ketika membayangkan sosok bernama Julian dalam pikirannya. Viola membiarkan Julian masuk dan bermain sepuasnya dalam otak dan hatinya. Namun, Viola tak pernah mengetahui bagaimana dengan Julian, apakah sama dengan dirinya yang juga membiarkan Viola masuk kedalam pikirannya dan bermain didalam hatinya? Itulah yang selalu menjadi misteri dalam kehidupan Viola. Aku mencintaimu dalam diamku, rasanya sulit untuk dimengerti ketika segala hasrat mulai menggebu ingin mewujudkan segala asa yang terpendam. Lirih aku menyambutnya.. Gumamnya.
            Memang bukan menjadi satu-satunya tujuan dalam hidup Viola untuk menjadi bagian dari hidup Julian, namun entah mengapa perasaan yang komplikasi itu selalu saja ada dan enggan untuk melangkahkan kakinya untuk pergi jauh dari hati Viola. Siapakah yang enggan sebenarnya? Viola ataukah cintanya yang tak menginginkan segalanya usai? Entahlah...
            Viola membuka lembaran-lembaran lama di buku hariannya, tepat pada tanggal 16 januari tahun 2010. Dulu, jam 19.18 wib dia menghubungi aku. Lucu, dan hingga saat ini, jam, menit dan detik ini pun semuanya belum pernah terwujud. Semua itu masih menjadi sebuah tanda tanya yang besar untukku. Lalu, kapankah dia akan menyatakan perasaannya untukku? Pikirnya. Dan Viola membuka lagi lembaran-lembaran berikutnya, dan semuanya mengingatkan dirinya kepada hal-hal yang amat romantis dengan Julian pada masa-masa itu, namun memang rasanya tak pantas bila hal itu selalu dikenang, hanya menambah luka perih dalam dada. Viola pun tertidur setelah usai membaca memorinya yang lalu dalam buku hariannya pada tahun 2009-2010.
~ Di Kampus ~
            “Viola.. Aku mau ngobrol sebentar.” Ucap seorang pria bernama Ricky sambil memegang erat jari-jemari Viola.
            Viola melepaskan genggaman tangan Ricky dan berkata “Mau apa kamu?” tanyanya yang sangat ketus.
            “Aku mau ngobrol sebentar, ada hal yang pengen aku sampein sama kamu.” Jawab Ricky sambil menunduk.
            “Mau ngobrol apa?” Tanyaku lagi dengan nada tinggi.
            “Jangan galak gitu donk biasa aja, aku kan jadi takut mau ngomongnya.”
            “Ya bagus kalau kamu takut, ada apa?”
            “Aku suka sama kamu..” Jawabnya dengan tegas dan penuh dengan ketenangan dalam dirinya.
            “Kamu gila?” Jawabku dengan memasang wajah jutek tanpa senyum.
            “Salah kalau aku suka sama kamu? Salah kalau aku ingin menjadikan kamu seseorang yang berarti untukku?” Tanyanya sedikit memaksa.
            Viola terdiam dan menundukan kepalanya, air matanya sudah tidak bisa ia tahan lagi hingga akhirnya dia menangis dihadapan Ricky.
            Dia mengangkat kepala Viola dan seakan-akan dia meminta agar bola mata Viola menatap dalam-dalam wajah Ricky, namun Viola tak bisa. Dia mengusap habis air mata Viola yang berjatuhan itu, dan dia meletakkan telapak tangan Viola di permukaan dada Ricky. “Rasakanlah degupan jantungku ini Viola.. Aku serius! Aku gak akan main-main dengan perasaanku ini, aku serius ingin menjadikan kamu belahan jiwaku, pendamping hidupku.” Namun Viola masih saja menangis. “Apa yang membuatmu menangis Viola?” Tanyanya lagi. Tapi pikiran Viola malah tertuju pada sosok Ikhwan yang bernama Julian, andaikan yang berkata dan memohon-mohon cinta Viola ini adalah Julian, mungkin dengan tanpa rasa terpaksa dan tanpa berpikir-pikir lagi Viola akan menjawab “IYA”. Dengan terbata, Viola pun mulai berkata sesuatu, “Aku tak ingin melukaimu lebih dalam lagi Ricky. Aku tak ingin membuat seseorang menantikan aku, dengan berbagai macam kata-kata harapan yang aku sanjungkan untuknya.”
            “Maksudnya bagaimana?”
            “Aku tidak bisa menerima cintamu, ini masih terasa asing untukku.”
            “Kamu punya seseorang dalam hatimu?”
            “Iya..”
            Ricky tersenyum tipis sembari berkata, “Aku tidak akan memaksamu, kalau memang kamu lebih bahagia bersamanya aku rela dan ikhlas. Daripada dengan aku kamu malah cemberut terus, berbahagialah dengan orang yang kamu cintai Viola.”
            “Aku gak percaya kamu bisa melakukan hal itu!”
            “Kenapa gak percaya?” Tanyanya heran.
            “Aku gak bisa melakukan hal yang seperti kamu itu!”
            “Maksudnya?” Tanyanya lagi.
            “Aku belum bisa ikhlas dengan segala sesuatu yang pahit jika terjadi didalam kehidupanku.”
            “Cinta itu simpel. Cinta itu pengorbanan dan perjuangan. Cinta itu tiada akan pernah memaksa dan mengharapkan sesuatu persis sesuai dengan kehendak si pencinta.” Ujarnya.
            “Jadi?” Tanya Viola.
            “Jadi, kamu hanya butuh bersabar dalam menjalani semuanya. Ini semua bukanlah akhir dari suatu cerita jika memang masa kontrak hidup kita belum usai, pasti itu semua akan datang dengan sendirinya jika kita mau bersabar. Dan aku yakin, kalau kamu nanti akan berubah pikiran dan pasti akan datang menemui aku.. Hihihi” Jawabnya sedikit usil.
            Ngarep!” tukas Viola.
            “Loh, kenapa memangnya tidak boleh aku berharap? Itu kan hak aku yang punya cinta untuk kamu!” Jawabnya.
            “Aku hanya tak ingin menyakitimu!”
            “Kalau gak mau sakitin aku ya terima donk cintaku, simpel kan?”
            Namun Viola malah pergi meninggalkan Ricky. Karena Viola harus masuk ke dalam ruangan dan mengikuti mata kuliah selanjutnya.
            Viola dan Julian memang terkait dalam satu organisasi, komunitas yang ingin membawa dan mewadahi remaja-remaja agar lebih islami dan mengenal islam. Memang hubungannya tak renggang, Julian masih selalu melempar senyum dan bercanda-tawa dengan Viola, seperti biasa layaknya teman. Namun dibalik semua itu, Viola masih menyimpan harapan yang dalam kepada Julian. Entah Julian mengetahui semua itu atau bahkan sebaliknya.
            Sikap Julian memang membuat Viola semakin berharap dan yakin kalau Julian pun sama dengannya, bagaimana tidak. Disetiap kali ada suatu kejadian, nampaknya Julian sangat ingin sekali mendapatkan perhatian dari Viola. Dan dalam keadaan apapun, selalu saja Viola yang menjadi tangan kanannya.
            “Vio, bisa bantuin aku?” Ucap Julian.
            “Bantu apa?” Tanya Viola.
            “Tolong dong ambilin buku didalam tasku!”
            Viola pun menuruti perintahnya. “Ini..” Sambil menyodorkan buku yang diminta oleh Julian.
            Julian pun mengambil buku tersebut dari tangan Viola. Setelah itu, Viola pun pergi dari sisi Julian dan kembali melakukan kegiatannya. Dan ketika Viola berbincang-bincang dengan Haris salah satu anggota dari komunitas itu, entah mengapa pandangan mata Julian selalu saja tertuju kepada Viola. Ciee dia cemburu kayaknya! Pikir Viola mulai GR.
            Viola memang cukup dekat dengan para anggota dari komunitasnya itu, setiap file-file dari para anggotanya itu lengkap tersedia didalam memory Viola. Segala isi hati dari sebagian anggotanya yang aktif, Viola punya itu. Dan ketika Viola menceritakan isi hati salah satu anggotanya kepada Iwan dan Julian. Julian berkata dengan santainya.
            “Kalau orang-orang kayak kamu itu banyak ya, mungkin untuk pendekatan dan peningkatan pemahaman akan cepat terwujudkan.”
            Viola hanya tersenyum dan menundukan kepalanya.
            Malam pun tiba, Viola harus pulang ke rumahnya. Tapi saat itu hujan yang lebat sedang turun membasahi seluruh tanah dan pepohonan dan bangunan-bangunan yang lainnya. Terlihat sangat jelas dengan mata kepala Viola sendiri kalau Julian sedang meminta bantuan kepada Yasin untuk mengantarkan Viola ke rumahnya.
Dan ketika akan pulang, Viola berdiri sejenak menantikan hujan reda di dekat anak tangga di lantai bawah. Tiba-tiba saja Julian datang dengan membawakan helm untuk Viola.
“Ini pakai, kita pulang!” Ucap Julian.
“Pulang?” Tanyaku sedikit heran.
“Iya pulang, memangnya kamu mau bermalam disini?” Jawabnya penuh dengan senyum.
“Iya, maksudku aku pulang sama siapa?” Tanyaku sambil melemparkan lagi senyumku kepadanya.
“Sama aku, seneng kan?” Jawabnya.
Viola pun pulang bersama dengan Julian. Dengan penuh tawa ceria dan senyum manis yang terlukis dengan jelas di bibirku tertangkap sudah oleh Julian.
“Seneng ya?” Tanyanya.
“Nggak juga..” Jawab Viola yang mencoba untuk menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya.
“Oh.. Gitu yah? Hujan Vio, dipakai saja jas hujannya.” Suruhnya.
“Nggak usah deh, pengap!” Jawab Viola.
“Loh nanti sakit bagaimana?”
“Nggak apa-apa, udah sakit ini kan!”
“Hmm.. Pokonya besok harus fit gak boleh sakit. Terserah!”
Karena Julian memaksa Viola untuk memakai jas hujannya, akhirnya Viola pun mengabulkan permintaan Julian.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya Viola pun sampai di halaman depan rumahnya.
Ternyata, ketika Viola sampai di halaman depan rumahnya. Ricky sedang berada di kursi depan teras rumah Viola. Ricky sedang menunggu Viola yang tadinya akan mengajak Viola jalan-jalan ke toko buku, karena Ricky tau kalau Viola sangat menyukai buku. Bola mata Julian tertuju ke arah Ricky, lelaki yang mengenakan kaos warna putih, berjaket jins warna coklat tua, memiliki hidung yang mancung dan kulit yang cerah membuat Julian penasaran dan lalu menanyakan kepada Viola tentang sosok lelaki itu.
“Vio, siapa laki-laki itu?” Tanya Julian sambil mengarahkan bola matanya kepada Ricky.
“Oh, itu teman sekampusku namanya Ricky.” Jawab Viola santai.
“Mau apa dia kesini? Udah malem juga kan?”Ucapnya.
“Ya aku juga gak tau.”
“Suruh pulang, aku khawatir kalau ada fitnah dari tetangga tentangmu, Assalamu’alaikum..” Julian pun pergi meninggalkan Viola.
Viola pun masuk ke dalam rumahnya, dan Ricky langsung menyambutnya.
“Vio, yang tadi itu siapa?” Tanyanya.
“Itu Julian, temanku sewaktu SMA.” Jawabku. Kusimpan dahulu tasku di atas meja, kemudian aku menarik tangan Ricky “Kamu ngapain di rumah aku? Malam-malam lagi” lanjut Viola.
“Aku kesini sejak tadi sore, lalu ibumu menyuruhku untuk menunggumu disini.”
“Di luar?” Tanya Viola.
“Ya masa di dalam? Kan kamu nya juga gak ada, siapa sih tadi itu? Pacarmu?”
“Calon suamiku, hahahaha..” Jawab Viola ngasal.
“Oh, gitu yah? Kalau suami nya jadi aku gimana? Kamu ikhlas?”
“Hmm... Gak tau juga, hahaha.. liat nanti aja ya!”
“Hmm.. Yauda aku pulang aja deh, istirahat sana!”
“Iya, maaf ya udah buat kamu jamuran disini. “
“Buat kamu yang aku cinta, gak apa deh”
“Gombal!”
“Serius, yaudah.. Assalamu’alaikum.”
Ricky atau Julian, keduanya memiliki sisi baik dan buruk tergantung Viola melihatnya dari sisi yang mana, tapi meskipun begitu. Viola masih tetap saja berharap dan menginginkan Julian.
Karena Viola sangat senang sekali dengan menulis, dan setiap kali bayangan wajah Julian memenuhi pikirannya, yang ingin Viola lakukan hanyalah menulis. Viola pun mengambil secarik kertas berwarna merah jambu, dan mengambil pulpen berwarna biru bertinta pink, kemudia Viola menuliskan sesuatu di atasnya.
Disudut ruangan kecil tak berventilasi, bertiupkan angin namun ku merasakan kesesakkan dada yang teramat dalam.
Aku tak mengerti mengapa pancaran sinarmu begitu merasuk hingga ke dalam kalbu, menembus setiap pori-pori lapisan kulitku.
Kau tau...
Aku termenung hingga mengkerut keningku ketika ku tak sengaja melihat sketsa wajahmu dalam bingkai foto yang terletak di atas lemari di dalam kamarku.
Aku melihat kau tersenyum dengan cerianya, tanpa beban, tanpa rasa lelah menyelimuti setiap langkah kakimu.
Kau tau...
Aku selalu mengukur diri ini hingga aku selalu bertanya apakah aku pantas dengan segala pengharapan yang aku punya saat ini kepadamu?
Hingga mungkin dalam lelahnya jiwaku yang selalu tertatih mengharapkan sebuah keajaiban itu benar-benar terjadi, engkau tak pernah menyaksikannya.
Kau tau...
Aku selalu mendo'akan agar kamu selalu kuat dalam menjalani hidup yang terkadang pahit, perih, sakit, lelah, jenuh, tak ada semangat..
Namun aku tau, kau mampu melewati itu semua dengan keimananmu, ketaqwaanmu, kesabaranmu, ketawakalanmu, keikhlasanmu, dan pengabdianmu kepada Illahmu dan Illahku, Illah semesta alam yang semestinya di agungkan di atas segalanya, AllahuAkbar!!!
Kau tau...
Setiap tutur katamu yang terkadang tak mengenakkanku, aku selalu menerima itu semua dengan ikhlas dan lapang dada. Aku tak pernah bisa membencimu walau terkadang aku hampir mati terbunuh oleh perasaan ku sendiri.
Kelap-kelip rasa ini ketika aku melihat struktur tubuhmu. Kau berdiri dengan tegaknya disana, kau berdiri di hadapan mataku, kau angkat setinggi-tingginya jari telunjukmu dan mencoba mengisyaratkan apa yang sedang ingin kau tunjukkan kepada dunia, bahwa hanyalah Allah satu-satunya Tuhan yang ada di dunia ini.
Kau tau...
Ketika beberapa tahun yang lalu tepat di hari jum'at entah tanggal dan jam berapa, ketika sesuatu itu menimpamu.. Aku menangis, dan aku berkata pada Allah.. "Bahwa kamu adalah orang yang baik, bahwa kamu adalah orang yang tegar, bahwa kamu adalah orang yang Allah sayangi..."
Kau tau...
Ketika aku mengingatmu.. yang ingin ku lakukan hanyalah menulis.. aku hanya ingin menulis.. menulis semua tentangmu.. menulis dan menulis...
Aku ingin mengukir namamu dengan indah di buku harianku..
Namun seketika aku tersadar, bahwa aku tak ingin lagi menuliskan namamu dalam buku harianku...
Karena aku takut semua itu kan hilang dan akan pergi selamanya dalam kehidupanku..
Tapi, aku selalu ingin menuliskan semua hal tentangmu dalam memory ku...

Kau tau...
Apakah kau tau...??
Dan ku harap, kau tak pernah mengetahui apa yang ku ketahui tentang ini.
~ Lima Tahun Kemudian ~
            Ricky menghilang entah kemana, dia pergi dengan membawa luka yang mendalam karena selalu saja Viola tak memandang cintanya. Viola mencari-cari keberadaan Ricky namun tak pernah ia temui. Semua nampak seperti bayangan, fatamorgana. Memang cinta itu bagaikan mengejar kupu-kupu, kala dikejar ia semakin menjauh. Tapi ketika ia menjauh, malah dirinya yang berbalik mengejar mencari.
            Julian sedang sibuk dengan kegiatannya di luar kota, sudah beberapa tahun ini Viola sangat merasakan kesepian, tak ada teman. Beberapa pria berdatangan ke rumah untuk melamar sang gadis putri Bapak Hanif itu. Namun, Viola tetap menolak dan berharap Ricky kembali.
            Usia Viola sudah tidak berbelasan tahun lagi, kini dia sudah menginjak usia di atas 25. Dan Viola kini ingin mendapatkan dan menemukan sosok ikhwan yang benar-benar mencintainya. Hah, gak usah muluk-muluk ingin mendapatkan yang sempurna seperti apa yang diharapkan. Toh kenyataannya memang jika sudah menikah itu lain lagi pandangannya. Harus bertanggung jawab dengan keluarga kecil yang dimiliki, menjaga keutuhan cinta dan menjaga keluarga dari panasnya api neraka. Kemana lagi aku harus mencari bayang-bayang semu yang masih terlukis jelas dipelupuk mataku? Kemanakah kiranya sang kumbang itu pergi?Tak adakah yang mengetahui? Atau memang bukan kumbang itu yang akan mendapatkan pasangannya ini? Entahlah...
~ Kembalinya Ricky ~
            Ricky kembali hadir di kehidupan Viola, dengan membawa sejuta cinta yang diperbaharui untuk dipersembahkannya kepada Viola. Dia datang dengan membawa cincin yang bertujuan akan melamar Viola. Viola mempersilahkannya masuk dan menemui sang ayah.
            Namun, ketika Ricky akan melangsungkan maksud dan tujuannya. Ayah Viola memandang negatif kepada sosok Ricky, ayahnya tak ingin jika di kemudian hari malah Viola yang tersakiti. Ayahnya menolak lamaran Ricky terhadap anak kesayangannya itu. Viola menangis menahan rasa luka dan kecewa. Mengapa sang ayah malah menolak permintaan Ricky. Ricky kembali mengusap air mata Viola, “Kamu ingat, cinta itu simpel. Butuh pengorbanan dan perjuangan. Tersenyumlah, bahagiakanlah orang yang sangat mencintaimu dan kamu pun mencintainya. Mungkin, kita memang tiada akan pernah bersatu di dunia. Biarlah...Aku ikhlas.”
            Kemudian, setelah sejam terlewati Julian kembali dari luar kota. Dan dia kembali bertemu dengan Viola. Julian melihat Viola nampak pucat dan selalu saja bersedih, Julian mencoba bertanya kepada sahabat baik Viola, Maudy.
            “Ricky baru saja melamar Vio, tapi ayahnya Vio menolak. Entah karena apa.” Jelas Maudy ketika Julian menanyakan apa penyebab Viola selalu bersedih.
            “Oh.. Begitu yah.” Julian tersenyum kecil.
            Tak lama dari itu, Viola menghampiri Maudy dan Julian. Viola tetap saja bersedih meskipun Julian ada di dekatnya.
            “Vio, aku mau ke rumah ya. Ketemu sama ayah.” Ucap Julian sambil memandang wajah manis Viola.
            Viola mengangkat kepalanya dan menatap balik wajah Julian sembari berkata “Mau apa? Mau minta ijin nikahi anaknya? hahaha” Jawab Viola menyindir.
            “Haha.. Minta izinnya cukup pada yang punya hati ayahmu, ayahku, ibuku, ibumu, aku dan kamu.” Katanya sembari senyum.
            “Maksudnya?”
            “Aku selalu berdo’a kepada Allah kalau menginginkan sesuatu.”
~ Kedatangan Julian Ke rumah Viola ~
            Mungkin ini saatnya aku mengatakan sesuatu yang selama ini aku pendam dalam lautan hatiku, yang tiada pernah bisa aku ucap karena malu dan takutku kepada Illahku. Kuberikan maharku seadanya ini untukmu, Viola. Gumam Julian dalam hati.
            Terlihat oleh Viola, Julian sedang asik berbincang-bincang dengan ayahnya. Entah apa yang dibicarakannya. Namun, seketika...
            “Vio, kemari nak!” Panggil ayahnya.
            Viola respect, lalu bergegaslah dia menghampiri ayahnya. Viola pun duduk di samping ayahnya. Bola matanya melirik tajam ke arah Julian, dan mencoba memberikan isyarat kepadanya tentang apa sebenarnya yang ingin Julian sampaikan kepada ayahnya itu. Julian mengerti maksudnya, dan dia hanya menundukan wajahnya lalu tersenyum kecil.
            “Persiapkan dirimu dan juga mentalmu, karena seminggu lagi Julian akan mempersuntingmu, dindaku” Kata ayahnya dengan penuh rasa bahagia.
            Degg.. Jantungku ini rasanya mau copot, entah rasa senang atau sedih. Tapi entahlah, aku sangat bersyukur karena semua harapku bukanlah harap semu. Dan aku akan mengatakan..
            “Iya ayah...” Jawab Viola tersipu malu. Menyembunyikan rona bahagianya dan Viola pun langsung lari ke pangkuan ibunya.
            “Ibu.. Vio seneng!” Sambil memeluk erat tubuh ibunya. “Julian melamar aku ibu.. “ Lanjutnya.
            “Ricky bagaimana?” Tanya ibunya.
            “Hehe.. Mungkin memang bukan dia orangnya, karena memang dari awal Viola sudah merasa cocok sama Julian.”
            “Alhamdulillah, ibu ikut bahagia.”
Akhirnya, aku menemukan juga siapa pendamping hidupku. Memang benar ya, ternyata kalau jodo itu tidak lari kemana. Kalau memang jodo pasti akan selalu ada menemani di setiap langkah diri.
Julian Candra. Hohoho... Seseorang yang kunantikan sejak aku masih berusia sangatlah belia, masa-masa putih abu yang tiada pernah terlupakan. Bismillah, semoga memang dia imam dan jodoku yang selama ini aku idamkan. Semoga, sampai kepada Jannah-Nya. Aamiin.. Syukran yaa Rabb..
Inilah cinta yang seadanya, dengan cinta yang tiada pernah memaksakan. Cinta dalam diam diantara keduanya. Kini terajut dalam cinta yang halal, Subhanallah. Bunga mawar kini merekah dengan indahnya dihatiku. Meski sempat tercabik oleh durinya yang sebegitu. 
            Cinta Viola sudah berlabuh, ternyata memang Julian lah orangnya. Bagaimana dengan Ricky? Ricky memang sempat hadir ke acara pernikahan Julian dan Viola, Ricky nampak berbahagia melihat orang yang dicintainya berbahagia, meskipun bukan dengan dirinya. Memang sulit untuk mengikhlaskan sesuatu yang sebenarnya sangat berarti untuk diri sendiri. Tapi, inilah fenomena kehidupan. Tak pernah tertebak bagaimana alur dan endingnya. Namun bagi Viola, Ricky adalah seseorang yang sangat bijak, dewasa, dan mengerti bagaimana memperlakukan Viola, dan menghadapi Viola yang sedikit keras kepala ini.
            Kata-kata terakhir yang sempat Ricky ucapkan kepada Viola ketika Viola sedang melangsungkan pernikahannya adalah, “Kehidupan ini adalah proses dan jembatan untuk menyebrangi kehidupan yang selanjutnya, entah jodo atau tidak. Tapi aku harap, kamu mampu berlayar dengan baik dan hati-hati hingga sampai menuju jannah-Nya. Aamiin...”
            Kini Ricky masih sendiri dan menanti seorang wanita yang bisa menerima dia apa adanya. Ternyata, paras tak menjamin. Tapi, keimanan dan ketaqwaanlah yang sebenarnya dicari. Ricky tinggal di pondok pesantren daerah Tuban, Jawa Timur. Meskipun masih sendiri, tapi Ricky amat berbahagia karena hubungan pertemanan dirinya dengan Viola masih berlanjut hingga sampai saat ini. Mungkin, terkadang bunga mawar itu terlihat jahat karena ada duri yang memenuhi batang tubuhnya, tetapi bunga mawar itu sangatlah indah dan harum jika digenggam dengan benar dan baik, tentunya bukan dengan orang yang sembrono.
            Cinta itu memang simpel, gak ribet. Asal bisa ikhlas dan sabar semuanya akan berjalan dengan mulus, tapi ya namanya juga manusia. Memiliki sifat dasar yang tergesa-gesa atau terburu-buru. Sikap Ricky yang dewasa patut diacungi jempol, karena memang tak semua orang bisa ikhlas seperti dirinya. Dan, tidak mudah juga untuk mengontrol diri. Semoga dengan cerita singkat ini bisa memotivasi dan menginspirasi para pembaca untuk menentukan sikap dan merubah pola pikir yang tadinya tak ikhlas menjadi ikhlas, dan yang tadinya tergesa-gesa menjadi bersabar. Aamiin.

            “Kehidupan berawal dari cinta, maka...indahkanlah hidupmu dengan cinta-Nya...”
“Air mata yang terjatuh, itupun karena cinta... maka.. iringilah kesedihanmu itu dengan cinta-Nya...”
“Tak ada yang sia-sia dalam hidup ini jika kita mengawalinya dengan yang tidak sia-sia...
(Khansa Zhufairah Al-Maqdist)

Jumat, 05 Oktober 2012

Listen To Me



Ketika kau dengar suara yang begitu lirihnya dalam jiwa ku ini
Apakah kau kan mengerti apa yang sebenarnya aku harapkan?
Ketika semua ini telah sampai pada sesuatu yang memang benar adanya
Apakah segala ucap yang pernah kau keluarkan akan kau tarik kembali?

    Kalau memang diri ini yang bisa membuatmu merasa tak menjadi sesuatu
    Ubahkanlah diri ini menjadi pribadi yang bisa membuatmu menjadi sesuatu
    Kala diri ini merasa letih ketika menghadapi terjalnya kehidupan
    Hiburlah jiwa ini dengan nyanyian atau lantunan ayat yang kau tahui

Ku korbankan diri ini hingga sampai pada akarnya
Ketika semuanya tertidur aku malah berlari tak kenal lelah
Kau seharusnya mengerti mengapa semua menjadi begini
Adakah kiranya kau sadari bahwa segala sesuatu ini adalah bagian dari proses?

    Kiranya kau mengetahui apa yang sedang ku kerjakan
    Mungkin tak kan setajam ini lidahmu kau besitkan hingga sampai ulu hatiku
    Andainya kau mengetahui apapun yang terjadi di segala penjuru
    Mungkin semua ini tak kan menjadi sesuatu yang membuatku merasa lelah

Aku tak pernah menyuruhmu untuk berhenti
Lakukanlah dengan ikhlas apapun yang menjadi peranmu
Hingga begitu aku menjadi tahu dan mengerti
Akan menjadi sosok yang seperti apakah diriku ini

    Kau tahu...
    Aku ingin menjadi seorang wanita
    Wanita yang sholeha dan sepintar aisyah r.a
    Aku juga ingin menjadi seorang wanita
    Wanita yang berani seperti asma binti abu bakar
    Aku pun ingin menjadi seorang wanita
    Wanita yang lembut seperti fathimah az-zahra
    Aku pun ingin menjadi wanita
    Wanita yang rela mengorbankan anak-anaknya untuk mati dalam keadaan syahid
    Yaa.. Khansa.. Aku ingin seperti Khansa..

Mungkin cinta ku ini memang buta
Yang tak memandang bagaimana efek samping dari cinta ini
Tapi apalagi yang harus ku lakukan
Jika perjuangan memang harus selalu berkorban

    Jika memang surga itu murah harganya
    Mungkin dengan aku bershadaqoh pun aku kan memasukinya
    Jika memang surga mampu ku beli dengan uang
    Berapapun akan aku bayar

Tapi...
Jalan ke surga itu sangatlah mahal
Jalannya terjal, penuh dengan badai dan terpaan uji coba
Kemelaratan yang sampai pada akhirnya bisa menjadi insan yang tegar.
Yang senantiasa tha'at kepada Allah SWT dan Rasul-Nya
Jika kini Rasul tak ada... yaa yang tiada memang  Rasulullah SAW
Tapi...
Mereka yang melanjutkan jejak juangnya itu ada...
Mereka ada dan tau bagaimana langkah kita
Kalau lah kalian mengerti apa arti dari perjuangan
Pastilah kalian kan lebih semangat tuk mengobarkan perjuangan

    Kalian tau...
    Bahwa agama islam itu adalah satu-satunya agama yang di ridhoi Allah
    Mungkin memang YA setiap diri kita ini sudah mendapatkan ridhonya
    Tapi...
    Apakah dalam suatu jama'ah nya sudah di ridhoi?
    Islam sampai saat ini masih tertatih untuk menyambut kemenangannya
    Mereka berlari dan terus bergerak tanpa henti
    Kadang air matanya yang menjadi saksi pengorbanan mereka
    Cacian, hujatan, fitnahan dan segalanya menjadi sebuah catatan kecil dalam hidupnya
    Adakah kalian merasakan bagaimana perihnya hidup di dunia?
    Dunia bagaikan bui bagi mereka yang beriman
    Mungkin mereka lebih menginginkan kematian jika memang bisa memilih
    Karena mereka tau, bahwa di dunia sangatlah kacau dan penuh dengan kerusakan
    Yang membuat dirinya selalu berkorban dan penuh dengan keringat

Apa..?
Apalah gunanya uang yang bergelimpangan jika tak kau sampaikan untuk islam
Apalah gunanya badan yang sehat jika kau tak perjuangkan untuk islam
Apalah gunanya akal dan segala potensi yang ada jika tak kau gunakan untuk islam
Selalu...
Selalu islam dan selalu Allah yang menjadi tujuan hidupnya..
Apakah kalian sudah merasakan seperti itu??
Jika belum mengapa hanya berdiam diri duduk bertopang dagu?
Menanti kejayaan islam yang kau sendiri tak memperjuangkannya?
Hanya berdiam diri melakukan aktivitas yang tak selayaknya seorang hamba
Kau kesana kemari di bumi-Nya dengan segala perlakuan mu yang tak ada baiknya
Kau layaknya hewan !! Kau layaknya babi yang hina...
Aku menghujatmu? Tidak !
Aku hanya mengatakan apa yang Dia katakan lewat ayat-Nya..

Mengukir Cinta Di Atas Air



          “Sungguh aku tak bisa, sampai kapanpun tak bisa membenci dirimu sesungguhnya aku tak mampu...”. Terdengar suara merdu dari mulut Chilla sembari menangis meratapi kesedihan dihatinya.“Tak kuat ku menahanmu mempertahankan cintaku, namun kau begitu saja tak pernah merindu...” Lanjutnya sambil menghisap habis cairan yang ada dihidungnya dan memetik keras senar gitar yang sedang digenggamnya “gonjreeeng...”. Chilla pun berdiri tegak dan melepas semua rasa penatnya dengan olahraga kecil, seperti lari ditempat dan sedikit memutar balikan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Lalu berteriaklah Chilla sekencang-kencangnya, kebetulan dirumah memang sedang tidak ada siapapun. “Aaaarrrggghhh...Benci aku benci benci benci... Chilla benci Chicko!!!”. Dan Chilla pun menangis sambil memeluk erat guling kesayangannya. Karena terlalu lama menangis, Chilla pun tertidur hingga ia bermimpi.
~ Didalam Mimpi ~
            Sangat terlihat jelas rambutnya yang hitam legam, matanya yang sipit dan pandangan mata tajamnya menyorot ke arah Chilla, siapa dia? Ya, dia adalah Chicko. Chicko kemudian mendekati Chilla yang sedang asyik memainkan rambutnya. Ketika Chilla akan beranjak dari pijakannya dan berjalan ke arah dapur, Chicko mengikutinya. Chilla benar-benar merasakan bahwa Chicko memang sedang berada didekatnya dan akan menyatakan cinta untuknya. Namun, sekejap bayang Chicko berubah menjadi orang asing. Wajahnya terlihat bukan seperti Chicko lagi, kulitnya mengelupas hingga tergambarlah sosok pria tak berkulit. Tengkorak putih yang mempunyai mata yang merah dan tengkorak itu menatap dalam wajah Chilla. Chilla merasa takut kalau-kalau akan terjadi sesuatu yang buruk menimpanya. Di alam bawah sadarnya, Chilla merasa bahwa tengkorak itu adalah jelmaan dari Chicko yang akan membunuh habis Chilla karena selalu saja mencoba mendapatkan cintanya. Chilla mulai resah karena tengkorak itu semakin medekatinya. Dan.. byaaar.... semuanya usai. Chilla pun terbangun karena takutnya yang teramat.
            Chilla pun melamun dan mencoba menerka-nerka, memaknai apa maksud dari mimpi yang tadi ia impikan. Apa maksud dari semua itu? Apakah karena dia tak membaca do’a dahulu sebelum tidur? Atau karena tak menerima keadaan yang ada kalau toh Chicko memang tak pernah bisa untuk menerima semua kasih sayang dan cinta yang tulus dari Chilla. Chilla pun menuliskan apa yang baru saja dia alami ketika tidur dan mengirimkan cerita tersebut kepada teman dekatnya melalui SMS(Short Message Sending).
            “Ran, tadi aku mimpi sesuatu yang mengerikan.” Kata Chilla kepada Ranti lewat sms.
            “Mimpi apaan?” Jawab Ranti.
            “Chicko berubah jadi tengkorak dan dia mau membunuh aku.” Jawab Chilla lagi.
            “Masa sih? Ah, gak usah terlalu dipikirin. Itu kan hanya bunga tidur!” Jawab Ranti.
            “Tapi ini semua membuat aku berpikir dan membenarkan apa yang aku pikirkan.”
            “Apa yang kamu pikirkan?”
            “Mungkin memang ini peringatan dari Tuhan untukku, karena aku mungkin terlalu dalam mencintai makhluk-Nya.”
            “Ya mungkin bisa jadi itu!”
            “Hmm...”
            Keduanya terdiam, tanda bahwa sms sudah diakhiri. Chilla kembali terdiam, dia seakan-akan lupa bahwa dirinya sedang mengidap penyakit hati karena melihat Chicko yang sedang asyik makan berdua dengan mesranya dengan sahabat Chilla sendiri. Padahal Chicko mengetahui bahwa Chilla menyimpan rasa kagum terhadap dirinya. Tapi, entahlah.
            Chilla masih terdiam, saat itu arah jarum jam berhenti tepat pada angka 8 dan 12, artinya waktu menunjukan pukul delapan malam. Chilla sepertinya masih merasakan shockmatic akibat mimpi tadi sore. Chilla resah tak bisa tidur. Berulang kali bola matanya mencari keberadaan sosok Chicko, dia takut kalau-kalau Chicko berubah lagi menjadi tengkorak yang mengerikan seperti yang dia lihat didalam mimpinya. Tapi tak ada apapun yang Chilla lihat. Chilla pun mengangkatkan kakinya dan membaringkan tubuhnya diatas kasur, menarik selimutnya hingga menutupi tubuhnya hingga ke dada dan mendekap hangat guling kesayangannya.
Chilla pun berkomat-kamit membaca mantra “Bismikaallahumaahyawaamuut. Chilla pun tertidur lelap. Tak bermimpi apapun, tapi dia mendengar suara-suara yang berhembus, suara itu nyaring seperti suara Chicko yangb sedang memanggil menyebut namanya. Chilla mendekap erat gulingnya lebih erat lagi, menandakan dia sedang ketakutan.
            “Chilla... Jangan kejar aku lagi.. Chilla, lepaskan aku....” Suara itu menghilang seketika. Chilla terbangunkan lagi. Degupan jantungnya kencang tak beraturan, Chilla resah. Bola mata Chilla terus menerawang ke langit-langit kamarnya, ke sudut lemari, ke kolong kasurnya dan ke setiap penjuru di rumahnya. “Ini nampak seperti teror!” Gumamnya dalam hati. Chilla melihat ke arah jam dinding yang berada di atas lemari baju, waktu tepat menunjukan pukul dua pagi. “Aku tak bisa tidur lagi, gimana ini?” Pikirnya meresah. Lalu, Chilla mencari berbagai macam buku di dalam lemari belajarnya, dia mencari berbagai macam buku yang bisa membuatnya tenang dan lupa dengan semua ketakutannya. Ini dia.. Al-Qur’an pun dia genggam, berharap bahwa buku kecil itu dapat menenangkannya.
            Tak sengaja Chilla pun membaca satu buah ayat yang berbunyi, “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Sungguh, bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku (saja).[1] Chilla terdiam, sambil menutup bibirnya yang menganga karena terkaget ketika membaca ayat itu. Aku seperti memuja Chicko.. Astaghfirullah... pikirnya. Kemudian Chilla membaca lagi dan membuka lembaran-lembaran berikutnya, dan dengan ekspresi wajah yang sama. Chilla menangis ketika membaca “Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.”Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.[2]
            Sejam berlalu, air matanya masih saja terus mengalir mengingat segala dosa yang telah Chilla lakukan. Sekejap bayangan Chicko menghilang, musnah entah kemana. Mungkin terbawa aliran air mata Chilla yang menetes sejak sejam yang lalu, meresap kedalam pori-pori kulit kain sarung bantalnya. Chilla termenung. Dia heran, mengapa Chilla harus merasakan cinta yang sebegininya. Tak bisa memiliki, padahal cinta itu amatlah suci. Mengapa harus disakiti? Chilla menghapus air matanya dan pergi ke toilet. Di dalam toilet, Chilla memandang wajahnya yang begitu pucat dan sembab. Matanya yang bengkak karena terlalu lama menangis, “seperti mayat hidup!” Tukasnya. Dia mencoba meraih keran yang menempel di dinding westafel, air itu mengucur dan di basuhnya wajah Chilla dengan air yang bening itu. “Air itu bisa aku rasakan, bisa aku sentuh, tapi setiap aku ingin mengukir sesuatu di atasnya aku tak mampu. Aku senang melihat butiran-butiran kristal air ketika aku mencipratkan air itu ke atas udara dan jatuh ke permukaan lantai. Pecah, air itu pecah dan musnah. Ini semua bagaikan cintaku yang ku coba ukir di hatimu. Semua tidak membekas dan tidak bisa aku miliki. Dalam tubuh ini terdapat milyaran air, bahkan darah yang mengalir pun berupa air. Apakah cinta itu abstrak? Dia mengalir di tubuh ini, apakah cinta itu benar-benar terukir di atas air? Darah yang mengalir ini bukan karena cintaku atau cintanya, tapi karena Allah Sang Maha Cinta yang mengalirkannya untukku... Jadi? Bisakah aku mengukir cintaku di atas air yang aku lihat saat ini?” Gumamnya.
            Chilla tersadar, bahwa cintanya kepada Chicko memang berlebihan. Untuk saat ini Chilla janji kepada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan pernah lagi memaksakan diri dan akan menerima segala apapun yang telah dimilikinya dengan rasa syukur.
~ Dua Tahun Kemudian ~
            Chilla meneruskan kuliahnya di Kairo, Mesir. Sedangkan Chicko sepertinya sudah menjadi pengusaha sukses di Indonesia. Chilla sedang belajar menjadi seorang penulis, dan memang sudah ada dua buah buku yang Chilla terbitkan sendiri. Saat itu, Chilla sedang berkunjung ke pameran buku di daerah Bandung, Landmark braga. Ketika Chilla sedang asyik membaca sinopsis setiap buku yang dia pilih, terdengar bunyi langkahan kaki yang semakin dekat menghampiri Chilla. Chilla sangat sensitif jika mendengar suara-suara yang menyeramkan seperti itu, kemudian Chilla membalikan badannya dan mencari dimana suara sepatu itu. Dan ketika berbalik lagi ke arah semula.
            “Hai Chilla...” Sapa seorang lelaki berbaju putih mengenakan jaket hijau army dengan gaya rambut yang modern dan populer saat ini. Cool abis! Siapa dia?
            “Eh.. Kaa..Kamu..?” Ucapannya terhenti ketika pria itu mengeluarkan kotak merah berbentuk hati yang di dalamnya terdapat cincin permata kepadanya.
            “Iya.. Aku. Apa kabarnya kamu Chilla?” Tanya pria itu.
            “Aaa..Aku..Apa ini?” Tanya Chilla heran.
            “Kamu gak tau? Ini cincin..” Jawabnya dengan penuh senyum.
            “Iya aku tau ini cincin, tapi untuk apa?” Tanya Chilla dengan nada tinggi.
            “Would you to be my girl? Marry with me?” Tanyanya serius dengan pandangan yang begitu dalam dan tajam.
            “Serius? Kok bisa?” Chilla panik. “Kamu gak lagi mau berusaha membunuh aku kan?” Lanjutnya sambil menjauhkan kotak itu dari hadapannya.
            “Aku serius Chilla! I really really seurious.. Please...” Ucapnya memelas.
            “Aku bener-bener gak ngerti Chicko, aku gak ngerti sama sikap kamu!” Tukas Chilla.
            “Setiap orang itu bisa berubah Chilla, dan aku sudah berubah. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu. Hiduplah bersamaku, mendampingiku!”
            “Kamu menjadikan aku sebagai pelarian hidupmu? Begitu?” Jawabku dengan nada membentak.
            “Tidak! Aku benar-benar ingin membalas cintamu saat ini.” Jawab Chicko mencoba meyakinkan.
            “Semuanya sudah berubah Chicko, aku berubah. Aku tak sama seperti dulu lagi.”
            “Kenapa?”
            “Karena aku sudah memiliki calon suami dan minggu depan kita akan menikah.” Jawab Chilla dan langsung saja Chilla pergi menjauh dari Chicko.
            Chicko tidak diam, dia mengejar Chilla dan menarik tangan Chilla supaya Chilla tetap tinggal dan merubah semua pikirannya dan mau menerima cinta Chicko.
            “Plaaaak...” Chilla layangkan tangannya dan didaratkan ke pipi kiri Chicko. “Kamu tau? Aku bukan benda yang seenaknya bisa kamu miliki dengan mudahnya! Kamu tau? Aku seorang wanita yang dulu pernah kamu sakiti! Kamu tau? 3 tahun lamanya aku mencoba melupakanmu dan sekarang kamu mau aku nerima kamu?”
            “Kalau begitu kamu belum berubah Chilla..”
            “Aku berubah!”
            “Kamu masih menyimpan rasa sakit di beberapa tahun yang lalu, itu karena dalamnya cintamu terhadapku. Dan kamu belum bisa menerima kenyataan di hari ini. Dulu pun kamu masih sama, masih belum bisa menerima kenyataan yang terjadi...” Chicko berhenti berbicara karena Chilla memotong pembicaraannya.
            “Cukup Chicko! Aku gak bisa... Masih ada wanita yang lebih baik dan pantas untukmu.” Jawab Chilla.
            “Yasudah, aku gak akan maksa kamu.. Pergilah..” Jawab Chicko yang mencoba merelakan.
            Uhibbuka fillah akhi..Cinta ini belum saatnya, aku masih kuliah dan kamu pun masih harus bekerja. Jika memang kamu adalah pemilik dari tulang rusukku, aku yakin kamu akan kembali dan memintaku lagi...
            And the last story of Chilla’s life. Chicko menikah dengan Tanti adik sepupu Chilla, dan Chilla menikah dengan seorang ikhwan dari Kairo, yang merupakan teman sekampusnya. Dan Chilla hidup berbahagia dengan suaminya saat ini.
            Cinta mengajarkan bagaimana indah dan pahitnya kehidupan, mengajarkan bagaimana dan apa peranan yang paling utama bagi manusia sealam raya. Cinta juga yang mengajarkan bagaimana caranya untuk hidup berbahagia dengan cinta yang dimiliki. Cinta yang semu bagaikan cinta yang terlukis di atas air, dan bagaikan kita bermimpi di siang bolong atau di larut malam yang tak pernah bisa kita miliki keindahannya. Seperti terbangunkan dari kematian ketika di bangkitkan. Semua hanyalah bayangan yang tak kan pernah benar-benar bisa dimiliki. Cinta yang sejati tak akan mungkin mengeluarkan kata-kata yang membuat terpesona, jikalau begitu itu hanyalah ujian keimanan semata. Cinta yang hakiki adalah cinta kepada Illahi.
            Kini, cintaku bermuara di dalam air yang terwadahi. Cinta  yang aku genggam, dan aku rawat dalam naungan cinta Illahi. Ijab kabul di hari itu membuat segalanya menjadi indah. Bukan lagi di atas air, namun air itu adalah cintanya. 
Terimakasih Allah atas segala cinta dari-Mu..   
                                                                                                                             -Frissilla Anggraeni-
SELESAI
***
[1]. Q.S Al-‘Ankabuut ayat 56       
[2]. Q.S At-taubah ayat 24